Selasa, 10 Maret 2015

Artikel Fungsi dan Ragam Bahasa

Peluang Perguruan Tinggi Buka Jurusan Bahasa Cirebon

Selasa, 04/12/2012 - 18:26

CIREBON, (PRLM).- Tim perumus Sarasehan Pra Kongres Bahasa Cirebon di antaranya, merekomendasikan dilaksanakannya Kongres Bahasa Cirebon tahun 2013 mendatang dan akan lebih bermanfaat bagi perkembangan bahasa Cirebon.

"Dari hasil kegiatan ini diharapkan akan lebih tergali lagi potensi bahasa Cirebon dan akan bermanfaat bagi perkembangan bahasa Cirebon itu sendiri," kata Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat, Wiyana Sundari pada acara penutupan sarasehan Pra Kongres Bahasa Cirebon di Hotel Prima, Cirebon, Selasa (4/12/12) sore.

Menurut dia, dalam kongres nanti diharapkan nara sumber akan lebih banyak sehingga mampu menghimpun data dan kongres akan lebih berisi dan bermakna. "Karena Cirebon bukan merupakan sub kultur, tetapi sudah merupakan suatu budaya," kata Wiyana.

Sebelumnya, Prof.Dr. H. Wahyudin Zarkasih, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, dalam makalah bahasa Cirebonnya "Melu Ngurip-urip lan Ngembangaken Basa Cerbon" menyatakan, kebijaksanaan Pemerintah Jawa Barat dalam hal mengembangkan dan memelihara bahasa Cirebon itu merupakan landasan untuk menyusun program dan kegiatan yang intinya perencanaan strategis Disdik Jabar dan tugas pokok, fungsi, rincian tugas Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian sebagai UPTD Disdik Jabar.

Wahyudin berharap, adanya kebijaksanaan memelihara dan mengembangkan bahasa Cirebon serta pelaksanaannya bisa menjadi landasan bersama. Khususnya pihak yang terkait di lingkungan pendidikan yang ada di Provinsi Jawa Barat.

"Mudah-mudahan pihak terkait itu, seperti Perguruan Tinggi yang ada di Cirebon dan Indramayu tertarik untuk bisa membuka jurusan Bahasa Cirebon. Persoalan ini sangat memungkinkan, sebab harus ada kebersamaan dalam tanggung jawab memelihara dan mengembangkan bahasa Cirebon," katanya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon (LBSC), budayawan dan mantan wartawan HU Pikiran Rakyat, Nurdin M Noer dalam makalahnya "Koran Basa Cerbon" di antaranya mengungkapkan, sesuai hasil survei, sebetulnya koran daerah memiliki kesempatan untuk menerbitkan koran khusus bahasa daerah (Cirebon). Namun, kendala untuk menerbitkannya cukup banyak, seperti para pembaca belum benar-benar mencintai bahasa ibu. Selanjutnya, kendala iklan, model huruf untuk mencetak aksara carakan Cirebon. (A-146/A-88)***


Bahasa tak Sekadar Komunikasi, Melainkan Sumber Identitas

Jumat, 09/03/2012 - 22:36
BANDUNG, (PRLM).- Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, Drs. Nunung Sobari, M.M., menegaskan bahwa bahasa bukan hanya sekedar alat komunikasi sebagaimana yang diketahui selama ini. Tapi, bahasa merupakan sumber identitas yang membentuk cara masyarakat menalar, merasa, menghayati, menyikapi dan menyiasati kenyataan.
Demikian diungkapkan Nunung, pada Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional, yang diselenggarakan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat bertempat di Ball Room Hotel Savoy Homann, Jumat (9/3/12).
“Ada banyak faktor yang menjadikan fungsi bahasa ibu dikalangan generasi muda terus memudar. Penggunaan bahasa Indonesia (nasional) sebagai bahasa pengantar di sekolah maupun pergaulan, serta faktor keluarga yang tidak menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa komunikasi di rumah, merupakan beberapa penyebab,” ujar Nunung dalam acara yang juga dihadiri Gubernur Jabar H. Ahmad Heryawan beserta istri, Ny. Netty Heryawan, juga dihadiri anggota DPR RI, Dra. Popong Otje Djundjunan, Wakil Ketua DPRD Jabar, Drs. Uu Rukmana, Direktur Utama PT Pikiran Rakyat Bandung Joko Hendrarto, serta sejumlah budayawan dan sastrawan
Perkembangan teknologi dan informasi, menurut Nunung, juga menjadi salah satu faktor menurunnya minat berbahasa ibu dikalangan generasi muda. Pengaruh internet dan televisi juga menjadikan buku-buku cerita yang menggunakan bahasa ibu pun kurang diminati.
Dilihat dari banyaknya pengguna bahasa ibu, bahasa Sunda yang merupakan bahasa terbanyak dipergunakan di Jawa Barat menduduki peringkat ke 33 dari 6 ribu bahasa ibu yang ada di dunia. Sedangkan peringkat pertama dan kedua diduduki Cina dan Jepang.
"Meskipun 90 persen dari bahasa ibu di dunia ini terancam punah, bahasa Sunda masih masuk peringkat. Mudah-mudahan dengan diselenggarakannya kegiatan hari bahasa ibu serta peluncuran buku budaya dapat menggugah kembali kesadaran penggunaan bahasa ibu dilingkungan keluarga serta pentingnya pelestarian nilai luhur budaya Sunda dalam kekinian,” ujar Nunung.
Acara ditandai dengan peluncuran delapan buku budaya yang secara simbolis diserahkan Kadisparbud Jabar Drs. Nunung Sobari kepada Gubernur Jabar H. Ahmad Heryawan, serta repertoar “Jawaban Si Kabayan” yang dibawakan kelompok teater Nalar. (A-87/A-88)***

Bahasa Daerah, Salah Satu Potensi Budaya yang Bisa Dipakai Siswa Kelas Rendah

BANDUNG, (PRLM).- Pakar bahasa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Chaedar Alwasilah menuturkan, bahasa daerah merupakan salah satu potensi budaya yang bisa dipakai siswa kelas rendah atau kelas I, II, dan III sekolah dasar sebelum mereka mengenal bahasa Indonesia. Bahasa daerah memiliki fungsi kultural untuk melestarikan budaya, untuk itu tidak menjadi masalah ketika di Jabar tidak semuanya mengggunakan bahasa Sunda.
“Jangan memaksakan penggunaan bahasa Sunda, karena sejak dini anak harus diajarkan untuk menghargai bahasa lokal tempat di mana dia dibesarkan. Di dalam bahasa daerah biasanya termuat kaidah sopan santun yang mendalam, ini yang penting untuk diajarkan kepada anak,” kata Chaedar, Selasa (10/5).
Menurut Chaedar, memperkenalkan muatan lokal tidak hanya semata-mata bahasa. Namun, ada hal lain yang diajarkan, seperti kesenian. Jika bahasa daerah diajarkan, akan ada kebanggaan kultural yang muncul.
Chaedar mengungkapkan, jika daerah perbatasan di Jawa Barat hendak memakai bahasa lain selain bahasa Sunda, tidak menjadi masalah. Ini berarti, kata Chaedar, terdapat keanekaragaman budaya yang dapat diperkenalkan kepada siswa.
“Yang saya tahu, baru di Pulau Jawa ada pelajaran bahasa daerah di sekolah, misalnya di Jawa Barat belajar bahasa Sunda dan di Jawa Tengah bahasa Jawa. Hal ini bagus dan jangan sampai terjadi keseragaman pelajaran bahasa daerah. Untuk itulah tidak menjadi masalah ketika sekolah di perbatasan Jawa Barat menggunakan bahasa Cireb0n atau Betawi,” tutur Chaedar. (A-187/das)***

Kota Bandung Segera Mem-Perda-kan Bahasa Sunda

Minggu, 12/02/2012 - 18:57

BANDUNG, (PRLM).- Payung hukum untuk melestarikan bahasa dan sastra sangat diperlukan. Dari itulah DPRD Kota Bandung harus mempercepat pembahasan peraturan daerah (Perda) tentang penggunaan, pemeliharaan dan pengembangan bahasa dan sastra Sunda.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Program Studi Sastra Sunda Unpad, Teddi Muhtadin M.Hum, saat dihubungi wartawan, Minggu (12/6). Keberadaan Perda terkait bahasa dan sastra Sunda diperlukan, karena dalam bahasa, sastra dan aksara Sunda terkandung informasi mengenai kearifan dan rekaman budaya Sunda. Sehingga aturan ini bisa menjadi landasan hukum dan pedoman pemerintah untuk melakukan upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Sunda.

"Keberadaan bahasa, sastra dan aksara sunda perlu dilundungi aturan yang lebih kuat lagi," ujarnya.
Di Jabar sendiri, kata Teddi, sebelumnya Pemprov Jawa Barat menetapkan Perda No. 6 tahun 1996 tentang Pelestarian, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda yang digantikan oleh Perda No. 5 tahun 2003 tentang pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah.
Perda sebelumnya ini, bisa dijadikan acuan bagi Pemkot dan DPRD Kota Bandung untuk perda bahasa Sunda yang kini tengah dibuat.

"Mungkin dalam perda yang kini akan dibuat harus ada kejelasan tentang pengajaran bahasa Sunda. Karena pada perda lama, bahasa Sunda baru jadi muatan lokal dan belum menjadi hal yang utama. Saya kira perda yang kini dibahas harus bisa membuat bahasa Sunda fungsinya naik dan bergengsi," tutur Teddi.

Untuk menaikkan fungsi dan gengsi, Teddi sendiri mengaku tak tahu bagaimana caranya. Namun, rekomendasi KIBS (konferensi Internasional budaya Sunda) bisa dimasukan dalam perda. Salah satunya memasukkan pelajaran bahasa Sunda ini pada tingkatan yang lebih awal seperti PAUD (pendidikan anak usia dini) dan TK (taman kanak-kanak).

"Atau juga diajarkan di tingkat SMA. Karena saat ini sepertinya, bahasa sunda dianggap tidak penting baik oleh guru maupun murid sehingga tak sungguh-sungguh belajarnya," ucapnya.
Selain itu pula, nama tempat bisa menggunakan bahasa Sunda. "Bisa juga iklan, reklame dan media menggunakan bahasa Sunda sehingga bahasa Sunda kembali marak digunakan," katanya.
Sebenarnya, Teddi menilai untuk penggunaan bahasa Sunda di masyarakat tidak sepenuhnya hilang. 

Namun memang ada kecenderungan penggunaanya menurun, terutama di kalangan remaja. "Saya sebenarnya belum melakukan penelitian, tapi memang ada kecenderungan menurun di kalangan remaja," ucapnya.

Penurunan ini, menurut Teddi dikarenakan kesempatan menggunakan bahasa Sunda kurang seperti di sekolah, lingkungan masyarakat dan juga media. "Di sisi lain, masyarakat kota kini juga ada kerinduan terhadap bahasa Sunda," tuturnya.

Karena itulah, Teddi mengharapkan perda terkait bahasa Sunda betul-betul difungsikan supaya aspirasi terwadahi. "kalau perda sudah jadi, saya harap pelaksanaannya bisa betul-betul dilakukan," katanya.

Sebelumnya, anggota Pansus 3 DPRD Kota Bandung, Lia Nur Hambali mengatakan bahasa Sunda di Kota Bandung kini sudah mulai luntur dan bahkan mendekati kepunahan. Melihat kondisi ini, maka DPRD dan Pemkot Bandung memandang perlu adanya perda tentang penggunaan, pemeliharaan dan pengembangan bahasa dan sastra Sunda.

Aturan penggunaan bahasa Sunda ini, kata Lia, terutama untuk lingkungan pendididikan dan pemerintahan. Di kedua lingkungan ini, bahasa Sunda harus digunakan sebagai pengantar kedua setelah bahasa Indonesia. "Akan kita paksakan, di lingkungan pendidikan jadi bahasa pengantar. 

Kalangan pelajar harus mengenal bahasa dan sastra sunda. Begitu pun di kalangan pemerintahan," tuturnya. (A-113/A-108)***

Bahasa Sunda Jadi Pengantar di Pemerintahan dan Pendidikan

SUMEDANG, (PRLM).- Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga (Disbudparpora) Kab. Sumedang, akan menerapkan Bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan pemerintahan dan pendidikan. Penerapannya setiap Rabu dan Jumat. Selain itu juga, penggunaan pakaian batik kasumedangan hari Kamis serta pakaian adat sunda salontreng hari Jumat. Hanya saja, dalam penerapannya dilakukan secara bertahap.
“Mudah-mudahan penerapan Bahasa Sunda dan penggunaan pakaian batik kasumedangan serta salontreng di lingkungan pemerintahan dan pendidikan, sudah bisa diterapkan mulai 1 Januari nanti,” kata Kepala Disbudparpora Kab. Sumedang, Drs. Herman Suryatman, M.Si., di kantornya, Rabu (20/11/2013).
Menurut dia, untuk penerapan Bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar di lingkungan pemerintahan dan pendidikan, bisa dimaklumi jika disampaikan campur aduk dengan bahasa Indonesia. Tanpa diucapkan dengan tata Bahasa Sunda yang baik dan benar pun, tidak masalah. “Mau bisa atau tidak, tidak masalah. Yang penting, spiritnya sudah ada,” kata Herman.
Sementara untuk penggunaan pakaian adat salontreng, kata dia, sudah disiapkan ragam hias dan bentuknya. Hal itu, dengan meniru salontreng khas Sumedang yang dipakai para orang tua dulu. Salontreng khas Sumedang, pakaiannya berupa kampret putih dengan celana hitam, lengkap dengan iket. Bahkan warna putih dan hitam memiliki makna tersendiri. Putih mengandung sifat keresian dan hitam keprabuan atau kesatriaan.
“Tak hanya kesatriaan saja, melainkan dengan kesetiakawanannya. Kalau pangsi hitam-hitam, yang kelihatannya hanya jawara saja. Salontreng khas Sumedang kental dengan kepribadian Prabu Tajimalela, gagah bedas tanpa lawan, handap asor hade budi.(gagah dan kuat tanpa lawan, rendah diri bagus perangai). Namun, apakah harus memakai sandal dan wanita memakai kebaya, masih didiskusikan,” katanya.
Herman menambahkan, penggunaan Bahasa Sunda sebagai bahasan pengantar serta penggunaan batik kasumedangan dan salontreng itu, sebagai implementasi dari Perbup (peraturan bupati) No 113/2009 tentang Sumedang Puseur Budaya Sunda (SPBS). Dalam perbup tersebut, disebutkan Disbudparpora sebagai kepanjangan tangan dari bupati harus mendorong terciptanya program SPBS di lingkungan pemerintahan dan pendidikan.
“Perbup sebagai kebijakan publik, dinilai sudah sah menjadi landasan hukum penerapan Bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar, penggunaan batik kasumedangan serta salontreng,” tuturnya. (A-67/A_88)***