Peluang
Perguruan Tinggi Buka Jurusan Bahasa Cirebon
Selasa, 04/12/2012 - 18:26
CIREBON,
(PRLM).- Tim perumus Sarasehan Pra Kongres Bahasa Cirebon di antaranya,
merekomendasikan dilaksanakannya Kongres Bahasa Cirebon tahun 2013 mendatang
dan akan lebih bermanfaat bagi perkembangan bahasa Cirebon.
"Dari
hasil kegiatan ini diharapkan akan lebih tergali lagi potensi bahasa Cirebon
dan akan bermanfaat bagi perkembangan bahasa Cirebon itu sendiri," kata
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa
Barat, Wiyana Sundari pada acara penutupan sarasehan Pra Kongres Bahasa Cirebon
di Hotel Prima, Cirebon, Selasa (4/12/12) sore.
Menurut
dia, dalam kongres nanti diharapkan nara sumber akan lebih banyak sehingga
mampu menghimpun data dan kongres akan lebih berisi dan bermakna. "Karena
Cirebon bukan merupakan sub kultur, tetapi sudah merupakan suatu budaya,"
kata Wiyana.
Sebelumnya,
Prof.Dr. H. Wahyudin Zarkasih, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, dalam
makalah bahasa Cirebonnya "Melu Ngurip-urip lan Ngembangaken Basa
Cerbon" menyatakan, kebijaksanaan Pemerintah Jawa Barat dalam hal
mengembangkan dan memelihara bahasa Cirebon itu merupakan landasan untuk
menyusun program dan kegiatan yang intinya perencanaan strategis Disdik Jabar
dan tugas pokok, fungsi, rincian tugas Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan
Kesenian sebagai UPTD Disdik Jabar.
Wahyudin
berharap, adanya kebijaksanaan memelihara dan mengembangkan bahasa Cirebon
serta pelaksanaannya bisa menjadi landasan bersama. Khususnya pihak yang
terkait di lingkungan pendidikan yang ada di Provinsi Jawa Barat.
"Mudah-mudahan
pihak terkait itu, seperti Perguruan Tinggi yang ada di Cirebon dan Indramayu
tertarik untuk bisa membuka jurusan Bahasa Cirebon. Persoalan ini sangat
memungkinkan, sebab harus ada kebersamaan dalam tanggung jawab memelihara dan
mengembangkan bahasa Cirebon," katanya.
Sementara
itu, Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon (LBSC), budayawan dan mantan
wartawan HU Pikiran Rakyat, Nurdin M Noer dalam makalahnya "Koran Basa
Cerbon" di antaranya mengungkapkan, sesuai hasil survei, sebetulnya koran
daerah memiliki kesempatan untuk menerbitkan koran khusus bahasa daerah
(Cirebon). Namun, kendala untuk menerbitkannya cukup banyak, seperti para
pembaca belum benar-benar mencintai bahasa ibu. Selanjutnya, kendala iklan,
model huruf untuk mencetak aksara carakan Cirebon. (A-146/A-88)***
Bahasa tak Sekadar Komunikasi, Melainkan Sumber Identitas
Jumat, 09/03/2012 - 22:36
BANDUNG, (PRLM).- Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Jawa Barat, Drs. Nunung Sobari, M.M., menegaskan bahwa bahasa bukan hanya
sekedar alat komunikasi sebagaimana yang diketahui selama ini. Tapi, bahasa
merupakan sumber identitas yang membentuk cara masyarakat menalar, merasa,
menghayati, menyikapi dan menyiasati kenyataan.
Demikian diungkapkan Nunung, pada Peringatan Hari Bahasa Ibu
Internasional, yang diselenggarakan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat
bertempat di Ball Room Hotel Savoy Homann, Jumat (9/3/12).
“Ada banyak faktor yang menjadikan fungsi bahasa ibu
dikalangan generasi muda terus memudar. Penggunaan bahasa Indonesia (nasional)
sebagai bahasa pengantar di sekolah maupun pergaulan, serta faktor keluarga yang
tidak menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa komunikasi di rumah, merupakan
beberapa penyebab,” ujar Nunung dalam acara yang juga dihadiri Gubernur Jabar
H. Ahmad Heryawan beserta istri, Ny. Netty Heryawan, juga dihadiri anggota DPR
RI, Dra. Popong Otje Djundjunan, Wakil Ketua DPRD Jabar, Drs. Uu Rukmana,
Direktur Utama PT Pikiran Rakyat Bandung Joko Hendrarto, serta sejumlah
budayawan dan sastrawan
Perkembangan teknologi dan informasi, menurut Nunung, juga
menjadi salah satu faktor menurunnya minat berbahasa ibu dikalangan generasi
muda. Pengaruh internet dan televisi juga menjadikan buku-buku cerita yang
menggunakan bahasa ibu pun kurang diminati.
Dilihat dari banyaknya pengguna bahasa ibu, bahasa Sunda
yang merupakan bahasa terbanyak dipergunakan di Jawa Barat menduduki peringkat
ke 33 dari 6 ribu bahasa ibu yang ada di dunia. Sedangkan peringkat pertama dan
kedua diduduki Cina dan Jepang.
"Meskipun 90 persen dari bahasa ibu di dunia ini
terancam punah, bahasa Sunda masih masuk peringkat. Mudah-mudahan dengan
diselenggarakannya kegiatan hari bahasa ibu serta peluncuran buku budaya dapat
menggugah kembali kesadaran penggunaan bahasa ibu dilingkungan keluarga serta
pentingnya pelestarian nilai luhur budaya Sunda dalam kekinian,” ujar Nunung.
Acara ditandai dengan peluncuran delapan buku budaya yang
secara simbolis diserahkan Kadisparbud Jabar Drs. Nunung Sobari kepada Gubernur
Jabar H. Ahmad Heryawan, serta repertoar “Jawaban Si Kabayan” yang dibawakan
kelompok teater Nalar. (A-87/A-88)***
Bahasa Daerah, Salah Satu Potensi Budaya yang Bisa
Dipakai Siswa Kelas Rendah
Rabu, 11/05/2011
- 03:51
BANDUNG,
(PRLM).- Pakar bahasa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Chaedar Alwasilah
menuturkan, bahasa daerah merupakan salah satu potensi budaya yang bisa dipakai
siswa kelas rendah atau kelas I, II, dan III sekolah dasar sebelum mereka
mengenal bahasa Indonesia. Bahasa daerah memiliki fungsi kultural untuk
melestarikan budaya, untuk itu tidak menjadi masalah ketika di Jabar tidak
semuanya mengggunakan bahasa Sunda.
“Jangan
memaksakan penggunaan bahasa Sunda, karena sejak dini anak harus diajarkan
untuk menghargai bahasa lokal tempat di mana dia dibesarkan. Di dalam bahasa
daerah biasanya termuat kaidah sopan santun yang mendalam, ini yang penting
untuk diajarkan kepada anak,” kata Chaedar, Selasa (10/5).
Menurut
Chaedar, memperkenalkan muatan lokal tidak hanya semata-mata bahasa. Namun, ada
hal lain yang diajarkan, seperti kesenian. Jika bahasa daerah diajarkan, akan
ada kebanggaan kultural yang muncul.
Chaedar
mengungkapkan, jika daerah perbatasan di Jawa Barat hendak memakai bahasa lain
selain bahasa Sunda, tidak menjadi masalah. Ini berarti, kata Chaedar, terdapat
keanekaragaman budaya yang dapat diperkenalkan kepada siswa.
“Yang saya
tahu, baru di Pulau Jawa ada pelajaran bahasa daerah di sekolah, misalnya di
Jawa Barat belajar bahasa Sunda dan di Jawa Tengah bahasa Jawa. Hal ini bagus
dan jangan sampai terjadi keseragaman pelajaran bahasa daerah. Untuk itulah
tidak menjadi masalah ketika sekolah di perbatasan Jawa Barat menggunakan
bahasa Cireb0n atau Betawi,” tutur Chaedar. (A-187/das)***
Kota
Bandung Segera Mem-Perda-kan Bahasa Sunda
Minggu, 12/02/2012 - 18:57
BANDUNG,
(PRLM).- Payung hukum untuk melestarikan bahasa dan sastra sangat diperlukan.
Dari itulah DPRD Kota Bandung harus mempercepat pembahasan peraturan daerah
(Perda) tentang penggunaan, pemeliharaan dan pengembangan bahasa dan sastra
Sunda.
Hal
tersebut diungkapkan Ketua Program Studi Sastra Sunda Unpad, Teddi Muhtadin
M.Hum, saat dihubungi wartawan, Minggu (12/6). Keberadaan Perda terkait bahasa
dan sastra Sunda diperlukan, karena dalam bahasa, sastra dan aksara Sunda
terkandung informasi mengenai kearifan dan rekaman budaya Sunda. Sehingga
aturan ini bisa menjadi landasan hukum dan pedoman pemerintah untuk melakukan
upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Sunda.
"Keberadaan
bahasa, sastra dan aksara sunda perlu dilundungi aturan yang lebih kuat
lagi," ujarnya.
Di
Jabar sendiri, kata Teddi, sebelumnya Pemprov Jawa Barat menetapkan Perda No. 6
tahun 1996 tentang Pelestarian, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan
Aksara Sunda yang digantikan oleh Perda No. 5 tahun 2003 tentang pemeliharaan
Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah.
Perda
sebelumnya ini, bisa dijadikan acuan bagi Pemkot dan DPRD Kota Bandung untuk
perda bahasa Sunda yang kini tengah dibuat.
"Mungkin
dalam perda yang kini akan dibuat harus ada kejelasan tentang pengajaran bahasa
Sunda. Karena pada perda lama, bahasa Sunda baru jadi muatan lokal dan belum
menjadi hal yang utama. Saya kira perda yang kini dibahas harus bisa membuat
bahasa Sunda fungsinya naik dan bergengsi," tutur Teddi.
Untuk
menaikkan fungsi dan gengsi, Teddi sendiri mengaku tak tahu bagaimana caranya.
Namun, rekomendasi KIBS (konferensi Internasional budaya Sunda) bisa dimasukan
dalam perda. Salah satunya memasukkan pelajaran bahasa Sunda ini pada tingkatan
yang lebih awal seperti PAUD (pendidikan anak usia dini) dan TK (taman
kanak-kanak).
"Atau
juga diajarkan di tingkat SMA. Karena saat ini sepertinya, bahasa sunda
dianggap tidak penting baik oleh guru maupun murid sehingga tak sungguh-sungguh
belajarnya," ucapnya.
Selain
itu pula, nama tempat bisa menggunakan bahasa Sunda. "Bisa juga iklan,
reklame dan media menggunakan bahasa Sunda sehingga bahasa Sunda kembali marak
digunakan," katanya.
Sebenarnya,
Teddi menilai untuk penggunaan bahasa Sunda di masyarakat tidak sepenuhnya
hilang.
Namun memang ada kecenderungan penggunaanya menurun, terutama di
kalangan remaja. "Saya sebenarnya belum melakukan penelitian, tapi memang
ada kecenderungan menurun di kalangan remaja," ucapnya.
Penurunan
ini, menurut Teddi dikarenakan kesempatan menggunakan bahasa Sunda kurang
seperti di sekolah, lingkungan masyarakat dan juga media. "Di sisi lain,
masyarakat kota kini juga ada kerinduan terhadap bahasa Sunda," tuturnya.
Karena
itulah, Teddi mengharapkan perda terkait bahasa Sunda betul-betul difungsikan
supaya aspirasi terwadahi. "kalau perda sudah jadi, saya harap
pelaksanaannya bisa betul-betul dilakukan," katanya.
Sebelumnya,
anggota Pansus 3 DPRD Kota Bandung, Lia Nur Hambali mengatakan bahasa Sunda di
Kota Bandung kini sudah mulai luntur dan bahkan mendekati kepunahan. Melihat
kondisi ini, maka DPRD dan Pemkot Bandung memandang perlu adanya perda tentang
penggunaan, pemeliharaan dan pengembangan bahasa dan sastra Sunda.
Aturan
penggunaan bahasa Sunda ini, kata Lia, terutama untuk lingkungan pendididikan
dan pemerintahan. Di kedua lingkungan ini, bahasa Sunda harus digunakan sebagai
pengantar kedua setelah bahasa Indonesia. "Akan kita paksakan, di
lingkungan pendidikan jadi bahasa pengantar.
Kalangan pelajar harus mengenal
bahasa dan sastra sunda. Begitu pun di kalangan pemerintahan," tuturnya.
(A-113/A-108)***
Bahasa Sunda Jadi Pengantar di Pemerintahan dan
Pendidikan
Kamis, 21/11/2013 - 05:58
SUMEDANG,
(PRLM).- Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga (Disbudparpora)
Kab. Sumedang, akan menerapkan Bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar dalam
kegiatan pemerintahan dan pendidikan. Penerapannya setiap Rabu dan Jumat.
Selain itu juga, penggunaan pakaian batik kasumedangan hari Kamis serta pakaian
adat sunda salontreng hari Jumat. Hanya saja, dalam penerapannya dilakukan
secara bertahap.
“Mudah-mudahan
penerapan Bahasa Sunda dan penggunaan pakaian batik kasumedangan serta
salontreng di lingkungan pemerintahan dan pendidikan, sudah bisa diterapkan
mulai 1 Januari nanti,” kata Kepala Disbudparpora Kab. Sumedang, Drs. Herman
Suryatman, M.Si., di kantornya, Rabu (20/11/2013).
Menurut
dia, untuk penerapan Bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar di lingkungan
pemerintahan dan pendidikan, bisa dimaklumi jika disampaikan campur aduk dengan
bahasa Indonesia. Tanpa diucapkan dengan tata Bahasa Sunda yang baik dan benar
pun, tidak masalah. “Mau bisa atau tidak, tidak masalah. Yang penting,
spiritnya sudah ada,” kata Herman.
Sementara
untuk penggunaan pakaian adat salontreng, kata dia, sudah disiapkan ragam hias
dan bentuknya. Hal itu, dengan meniru salontreng khas Sumedang yang dipakai
para orang tua dulu. Salontreng khas Sumedang, pakaiannya berupa kampret putih
dengan celana hitam, lengkap dengan iket. Bahkan warna putih dan hitam memiliki
makna tersendiri. Putih mengandung sifat keresian dan hitam keprabuan atau
kesatriaan.
“Tak hanya
kesatriaan saja, melainkan dengan kesetiakawanannya. Kalau pangsi hitam-hitam,
yang kelihatannya hanya jawara saja. Salontreng khas Sumedang kental dengan
kepribadian Prabu Tajimalela, gagah bedas tanpa lawan, handap asor hade
budi.(gagah dan kuat tanpa lawan, rendah diri bagus perangai). Namun, apakah
harus memakai sandal dan wanita memakai kebaya, masih didiskusikan,” katanya.
Herman
menambahkan, penggunaan Bahasa Sunda sebagai bahasan pengantar serta penggunaan
batik kasumedangan dan salontreng itu, sebagai implementasi dari Perbup
(peraturan bupati) No 113/2009 tentang Sumedang Puseur Budaya Sunda (SPBS).
Dalam perbup tersebut, disebutkan Disbudparpora sebagai kepanjangan tangan dari
bupati harus mendorong terciptanya program SPBS di lingkungan pemerintahan dan
pendidikan.
“Perbup
sebagai kebijakan publik, dinilai sudah sah menjadi landasan hukum penerapan
Bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar, penggunaan batik kasumedangan serta
salontreng,” tuturnya. (A-67/A_88)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar