Pecat Aparat yang Lindungi Perbudakan Buruh!
Penulis
: Sabrina Asril | Senin, 6 Mei 2013 | 14:55 WIB
KOMPAS/LASTI
KURNIA Pabrik kuali yang menjadi tempat penyekapan dan perbudakan buruh di
Tangerang.
JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan
Pembina Partai Gerindra Martin Hutabarat mendesak Kepolisian RI untuk mengusut
dugaan keterlibatan Polri dalam kasus perbudakan 34 buruh di pabrik kuali, di
Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang. Jika ternyata
terbukti melindungi praktik itu, aparat kepolisian yang bersangkutan patut
diberhentikan dari Polri.
"Polri harus bertindak tegas.
Polri tidak boleh melindungi atau setengah hati menindaknya. Kapolri perlu
memerintahkan agar oknum polisi yang ikut menganiaya para pekerja yang menjadi
korban perbudakan itu segera diusut, kalau perlu diberhentikan," ujar
Martin di Jakarta, Senin (6/5/2013).
Martin menjelaskan, jika ada oknum
pejabat Polri di wilayah yang justru mendapatkan upeti, maka oknum Polri itu
juga harus ditindak. Pasalnya, sikap melindungi yang dilakukan Polri, kata
Martin, bisa mengusik rasa keadilan masyarakat.
"Perbuatan yang dilakukan oknum-oknum
polisi tersebut sangat biadab dan tidak dapat diterima akal sehat. Rasa
keadilan masyarakat terusik karena perbuatan mereka. Kapolri perlu mengusut
mereka juga, dan jangan sampai ada kejadian seperti ini di tempat lain,"
tukas anggota Komisi III DPR ini.
Pada Jumat (3/5/2013), Polda Metro Jaya
dan Polres Kota Tangerang menggerebek sebuah pabrik kuali yang bosnya dicurigai
telah melakukan penyekapan terhadap 34 buruh di Desa Lebak Wangi, Kecamatan
Sepatan, Kabupaten Tangerang. Di pabrik itu, pengusaha diduga telah merampas
kemerdekaan sekaligus melakukan penganiayaan terhadap para buruh.
Temuan Komisi untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan (Kontras), para buruh itu setiap harinya hanya
diberikan makanan sambal dan tempe, jam kerja melampaui batas, dan diberikan
tempat tinggal yang tak layak. Mereka juga diancam ditembak dengan timah panas
oleh aparat yang diduga dibayar oleh pengusaha di sana.
Polisi telah menetapkan tujuh orang
tersangka yakni Yuki Irawan (41), Sudirman (34), Nurdin (34), Jaya alias Mandor
(41), dan tangan kanan Yuki, Tedi Sukarno (34). Sementara itu, dua orang lain,
Tio dan Jack, buron. Para tersangka dikenakan Pasal 333 KUHP tentang Perampasan
Kemerdekaan dan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan. Hal itu dilihat dari beberapa
temuan, antara lain pemilik pabrik tak membayar gaji sebagian buruh, pemilik
pabrik juga tak memberikan fasilitas hidup yang layak, tak membiarkan buruh
melakukan shalat, serta melakukan penganiayaan terhadap buruh.
Kini, kelima tersangka ditahan dan diperiksa
di Polresta Tangerang. Sebanyak 34 buruh yang dibebaskan dari pabrik tersebut
dipulangkan ke kampung masing-masing.
Editor
:
Ana
Shofiana Syatiri
Sumber :
Tanggapan:
Tanggapan saya pada contoh kasus ini adalah
prihatin kepada orang-orang yang seharusnya memegang keamanan, menjadi contoh
dan panutan di Negara ini malah melakukan pelanggaran, yakni Polri. Pada dasarnya
tugas Polri adalah menjaga keamanan dan ketertiban dimasyarakat, mentaati semua
aturan yang berlaku, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Tetapi,
pada contoh kasus diatas, diduga ada oknum polisi yang melindungi praktik
penyekapan dan perbudakan terhadap buruh diTanggerang tersebut. Jika ternyata
terbukti melindungi praktik itu, aparat kepolisian yang bersangkutan patut
diberhentikan dari Polri.
Dan jika ada oknum polisi yang diduga menyiksa
para buruh tersebut seharusnya segera diusut secepat mungkin. Karena walaupun
seorang oknum polisi yang ikut terlibat, keadilan diNegara ini harus
ditegakkan. Jika tidak ada keadilan, Negara ini akan cepat runtuh. Dan walaupun
seorang pejabat yang menjadi tersangka sekalipun, keadilan juga harus tetap
ditegakkan dengan cara memberikan sanksi kepada yang bersalah sesuai dengan apa
yang dilakukannya. Tindakan oknum polisi ini sangat tidak pantas dicontoh dalam
kehidupan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar