Selasa, 29 Januari 2013

3. Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Kemiskinan

contoh kasus Ilmu Pengetahuan


Iptek Sulit Atasi Krisis Indonesia

Selasa, 8 November 2011 | 14:26 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lukman Hakim mengatakan, kurangnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di Indonesia mengakibatkan iptek sulit untuk mengatasi permasalahan krisis pangan, energi dan air yang kini semakin memburuk. Hal itu dikatakan Lukman pada pembukaan Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (Kipnas), di Jakarta, Selasa (8/11/2011).

Hal ini disebabkan karena peran ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mendapatkan tempat yang layak sebagai solusi alternatif.

"Hal ini disebabkan karena peran ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mendapatkan tempat yang layak sebagai solusi alternatif," kata Lukman.
Ia menilai, para pemimpin Indonesia belum memikirkan strategi pengembangan iptek dan riset yang terarah. Padahal, menurutnya, riset dan penelitian tersebut cukup menjanjikan.
"Hasil-hasil riset dan penelitian sebenarnya mampu menjawab permasalahan Indonesia bahkan sampai pada tingkat global," ujarnya.
Ia menambahkan, kebijakan-kebijakan pemerintah masih kurang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Tanah Air.
"Pemerintah telah meningkatkan dana pendidikan, tapi pemanfaatan dana tersebut belum mencukupi, khususnya dana untuk pengembangan riset dan teknologi," kata Lukman.  
Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (Kipnas) ke10 yang bertema "Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dalam Membangun Kemandirian dan Kedaulatan Bangsa di Tengah Perubahan Global", akan berlangsung 8-10 November 2011, di Hotel Bidakara, Jakarta.
Kipnas ke-10 pada tahun ini berupaya menjawab beragam permasalahan yang disebabkan terbatasnya diversitas berbagai sumber daya pangan, energi dan air. Sekitar 300 peneliti, para praktisi pendidikan dan ilmu pengetahuan, beberapa perwakilan kementerian dan beberapa perwakilan lembaga swadaya masyarakat (LSM), akan mengikuti kongres ini.
Sumber :
Editor :
Inggried Dwi Wedhaswary


contoh kasus Kemiskinan

Angka Kemiskinan di Tangsel Naik 3% Tahun 2012

Jumat, 07 Desember 2012 00:20 TANG SEL
 
Foto Ilustrasi
Kabar6-Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), jumlah penduduk miskin di kota pemekaran termuda se Provinsi Banten itu cenderung meningkat pada usianya yang ke empat tahun (2012).

Demikian disampaikan Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Universitas Islam Nasional (UIN) Ciputat, Zaki Mubarok, Kamis (6/12/12).

“Jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan hingga 3 persen pada tahun 2012. Dari 8 persen di Tahun 2011, sekarang jumlah warga miskin mencapai 11 persen,” ungkap Zaki.

Artinya, kata Zaki, Pemkot Tangsel kurang serius dalam menangani persoalan kemiskinan ini. Padahal, dari total 1,3 juta penduduk Kota Tangsel, cukup banyak yang masih berada di garis kemiskinan. Namun itu semua tidak terdata dengan baik sehingga tidak jelas.

Untuk itu, Pemkot Tangsel harus membuat parameter kemiskinan. Agar penganggaran program kemiskinan menjadi terukur dan jelas. "Yang disebut miskin harus jelas, karena banyak di wilayah ini, yang punya tanah luas karena warisan, tapi pengangguran sehingga tidak mampu secara ekonomi. Apakah ini disebut miskin," ucapnya setengah bertanya.

Saat ini Pemkot Tangsel lebih fokus pada masalah infrastruktur. Hal ini tercermin melalui angka di APBD 2012 yang mencapai Rp 1,95 triliun, sekitar 33 persen dialokasikan untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur itu.

Masalah pendidikan dan kesehatan mendapat porsi 30 persen, pelayanan pemerintah 29 persen dan sektor lesejahteraan rakyat hanya 26 persen. "Pemkot Tangsel jangan terlalu konservatif dalam menyusun APBD, harus ada keseriusan dalam menangani masalah kemiskinan," ucapnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangsel, mengatakan Jumlah rumah tangga miskin di kota Tangerang Selatan ( Tangsel ) mencapai 20.057 rumah tangga. Angka ini berdasarkan Pendataan Perlindungan social ( PPLS ) Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangsel tahun 2011.

“Dari jumlah rumah tangga di Tangsel yang mencapai 35.491 rumah tangga, 20.057 diantaranya tergolong miskin. Ini artinya yang tidak miskin hanya 10 ribuan,” ungkap Kepala BPS Tangsel, Darusman.

Lebih lanjut Darusman menjelaskan, rumah tangga miskin di Tangsel dibedakan menjadi 3 golongan. Yakni golongan pertama paling miskin yang mencapai 4.563 rumah tangga, golongan kedua, miskin mencapai 7.747 rumah tangga dan golongan ketiga hampir miskin yang mencapai 7.747 rumah tangga.

Untuk jumlah rumah tangga miskin terbanyak adalah di kecamatan Pamulang, yakni mencapai 1.124 rumah tangga, dan yang paling sedikit adalah di kecamatan Setu. “Ini dikarenakan jumlah penduduk di setu juga paling sedikit,” imbuh Darusman.

Sementara sekretaris Dinas sosial tenaga kerja dan transmigrasi (Dinsosnakertras), Dewanto mengatakan, data dinas sosial berdasarkan penerima raskin sebesar18.828 jiwa masyarakat miskin di Tangsel, namun data ini belum semuanya,sehingga perlu dilakukan pendataan kembali terkait jumlah masyarakat miskin di Tangsel.

Dewanto mengatakan, jumlah masyarakat miskin di Tangsel tidak hanya dari penerima raskin saja, namun juga ditambah dengan data penganguran yang ada di Tangsel,sehingga Dia menjelaskan berdasarkan data kisaran 130 ribu jiwa masyarakat Tangsel yang miskin, sehingga ini menjadi pekerjaan rumah Dinsosnakertrans.

“Kita akan memvalidasi data antara data Dinsosnakertrans dengan BPS,supaya data kemiskinan di Tangsel jelas,” katanya.

Lanjutnya, Dinsosnakertrans dalam mengatasi kemiskinan dengan melakukan berbagai kegiatan pelatihan kewirahusaan dan keterampilan menjahit supaya masyarakat bisa menjadi seorang wirausaha.(Turnya)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar